I
heard a parable of sorts a few days ago, relating our lives to that of a
pencil. It was another poignant reminder that ANYTHING can teach us a lesson if
we’re teachable, even things like a cookie jar or a straight road.
The parable went like this:
A pencil maker was diligently playing his skills, making the highest quality
pencils he could from the graphite, cedar trees, paint, erasers, and ferrules
he had purchased from various suppliers. One night he dreamed that his pencils
were talking to each other. One was complaining that they were just lowly,
cheap, bits of wood and earth. The pencil maker thought otherwise and reminded
them all that:
(Perumpamaan seperti kisah berikut ini:
Seorang pembuat pensil rajin memainkan keahliannya, membuat pensil berkualitas tinggi ia bisa membuat dari bahan grafit, pohon cedar, cat, penghapus, dan ferrules yang dia beli dari berbagai pemasok. Suatu malam dia bermimpi bahwa pensil itu sedang berbicara dengan satu sama lain. Satu mengeluh bahwa mereka hanya barang yg kurang penting, murah, yang terbuat dari kayu dan bumi. Pembuat pensil berpikir sebaliknya dan mengingatkan mereka semua bahwa:)
1. Wherever they went, they would leave a mark
We too, leave our mark everywhere we go. Even when we think we have had no impact at all, we still do. We can encourage, lift up, and strengthen others, or we can quietly ignore them and go on about our business. Either way, you leave a mark.
(Kita juga meninggalkan jejak kita di mana pun kita pergi. Bahkan ketika kita berpikir kita tidak berpengaruh sama sekali, tetapi kita masih bisa melakukannya. Kita dapat mendorong keberanian, memberikan semangat, dan menguatkan orang lain, atau kita diam-diam dapat mengabaikan mereka dan pergi saja dengan urusan kita. Dengan kata lain kitapun telah meninggalkan bekas atau tanda).
2. What’s inside is what counts
The graphite inside a pencil can still be used without being shaped into that long thin form we recognize as pencil lead. People have used it for thousands of years, drawing on everything from cave walls to canvas. What’s inside the pencil is what gives it worth.
(Apa yang ada di dalamnya adalah apa yang diperhitungkan Grafit di dalam pensil masih bisa digunakan walau tanpa dibentuk menjadi bentuk yang tipis panjang yang kita kenali sebagai pensil. Orang-orang telah menggunakannya selama ribuan tahun, untuk menggambar yang di mulai di dinding gua lalu ke kain kanvas. Apa yang ada didalam pensil itu adalah apa yang telah diberikan dan itu sangat berharga).
3. Almost all mistakes can be corrected
Much like the eraser on a pencil, we can also correct most of our mistakes. Don’t ever think that things won’t get better, that a damaged relationship can’t be restored, or that you’re doomed to a life of [fill in the blank]. You and I are resilient. We can correct our mistakes and start all over again.
(Hampir semua kesalahan dapat diperbaiki.mirip seperti penghapus pada pensil, kita juga bisa memperbaiki sebagian besar kesalahan kita. Jangan pernah berpikir bahwa segala sesuatunya tidak akan menjadi lebih baik. bahwa suatu hubungan yang rusak tidak dapat diperbaiki, atau bahwa Anda ditakdirkan untuk kehidupan yang hanya [mengisi tempat kosong]. Kau dan aku tangguh. Kita dapat mengoreksi kesalahan kita dan memulainya lagi semua dari awal).
4. Sharpening is painful, but it makes them better
A dull pencil loses its effectiveness, much the same way that a dull person does. Once sharpened, a pencil is better able to communicate. It’s more effective because it gets used. Have you ever had a pencil that had never been sharpened and nothing to sharpen it with? That pencil is like a person who never goes through any trials, has everything handed to him, and has no connection with the realities of life.
(Sebuah pencil yang biasa-biasa saja telah kehilangan ketajamannya, sama persis dengan yang dilakukan oleh seorang yang biasa-biasa saja. Sekali dia dengan ketajamannya, maka si pensil tersebut dapat dengan mudah berkomunikasi dengan baik. Itu akan jauh lebih berguna karena semua itu dapat berfungsi dengan baik dan benar. Pernahkah kamu mempunyai sebuah pensil yang tidak harus selalu diruncingkan dan tidak juga untuk runcing dengan? Pensil tersebut sama seperti seseorang yang tidak pernah melalui cobaan 8iapapun, dan semuanya dia serahkan kepada NYA, dan tidak perlu punya hubungan dengan realita keduniawian).
What other lessons could we learn?
What
a simple yet beautiful analogy. Even a pencil can be useful till its very end
and so can we, if we keep trying. I’m going to share this with a few folks and
hope to bring encouragement to them. Thanks for sharing!Sumber: By Ron
Artikel yg sangat bagus, mengajarkan arti tentang kehidupan👍
BalasHapusMenginspirasi sekali dapat membuat orang menjadi termotivasi dan lebih banyak bersyukur 😇
BalasHapus